kondisi umum
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia, khususnya di pulau Jawa. Pada tahun 2003, jumlah penduduk telah mencapai 214.374.100 penduduk yang tersebar di 17,000 pulau di seluruh Indonesia.
Indeks Pendidikan (IP) kawasan ASEAN yang diterbitkan oleh United Nations Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa 80% IP Indonesia berada di bawah IP Vietnam, Filipina, Brunei dan Singapura. Indeks tersebut berdasarkan pada dua faktor penentu: tingkat buta huruf pada orang dewasa dan gabungan secara bruto perbandingan keterlibatan pendidikan tingkat dasar, lanjutan dan tinggi. Kelompok menengah bawah Indonesia menunjukkan kebutuhan mendesak untuk reformasi dalam hal pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam pendidikan.
Melek huruf, kemampuan baca tulis, merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang. Salah satu indikator kesuksesan bagi pemerintah dalam memerangi kebutahurufan adalah persentase orang dewasa melek huruf harus lebih tinggi dibandingkan dengan yang buta huruf. Tingkat melek huruf (bagi kelompok usia 15 tahun ke atas) mempengaruhi Indeks Pendidikan. Pada tahun 2003, tingkat kebutahurufan di Indonesia mencapai 10.21% dari 214 juta penduduk, dengan mayoritas berasal dari golongan yang lebih tua (44 tahun ke atas).
Rata-rata masa/lama bersekolah merupakan indikator jumlah tahun bersekolah efektif yang dicapai oleh populasi yang tersedia. Jumlah tahun yang efektif menunjukkan lama bersekolah yang diperlukan oleh seorang warga untuk mencapai pendidikan tertentu. Perhitungan tahun rata-rata lama bersekolah dibuat tanpa meneliti apakah seseorang menyelesaikannya lebih cepat atau lebih lambat daripada periode yang ditentukan. Rata-rata masa sekolah merupakan sebuah indicator pendidikan yang dirumuskan oleh UNDP dalam Index Pengembangan Manusia (IPM). Sesuai target pemerintah yang ditentukan dalam program wajib belajar sejak 1994, rata-rata masa bersekolah diharapkan mencapai sembilan tahun (pendidikan dasar), yang berarti sampai dengan lulus SMP. Bagaimanapun, program ini belum mencapai targetnya, karena rata-rata masa bersekolah saat ini baru mencapai tujuh tahun, atau baru sampai tahun peretama di jenjang SMP.
Mayoritas warga Indonesia hanya menyelesaikan bagian program wajib belajar sembilan tahun, 33,42% selesai SD dan 16,65% lulus SMP. Hanya 16,17% yang lulus sekolah menengah atas (termasuk Sekolah Menengah Kejuruan) dan 3,39% lulus pendidikan tinggi (akademi dan universitas).
Salah satu faktor demografis yang mempengaruhi akses publik ke pendidikan adalah usia. Grafik berikut ini menunjukkan bahwa dalam kelompok usia sekolah 7-12 tahun, persentase yang tetap bersekolah semakin menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Yang masih bersekolah pada usia tersebut (SD) hanyalah 96,4%, untuk usia 13-15 tahun (SMP) persentase menurun menjadi 81%, dan semakin jatuh ke 51% untuk kelompok usia 16-18 tahun (SMA). Usia 19-24 atau jenjang universitas tinggal 11,6%. Angka-angka tersebut jelas menunjukkan bahwa Indoneis belum konsisten dalam mengembangkan kesempatan pendidikan di setiap jenjang dan kelompok usia.
Banyak alasan mengapa anak usia 7-18 tahun tidak sekolah atau putus sekolah. Bagaimanapun, fakta utama adalah kurangnya dana biaya sekolah (67%). Alasan kedua tertinggi adalah anak-anak terpaksa harus bekerja untuk diri dan keluarga (15,8%).
Perbandingan Daftar Bruto (PDB) adalah jumlah siswa yang bersekolah pada jenjang tertentu --- tanpa menghiraukan apakah kelompok usianya relevan atau tidak dengan jenjang tersebut. Inilah sebabnya PDB bisa lebih besar daripada 100 persen. Secara umum, PDB digunakan untuk mengukur efektivitas program pengembangan pendidikan. PDB terbesar (105,8%) terdapat di tingkat SD. Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa SD, selain terdiri dari anak-anak dalam ketentuan usia 7-12 tahun, juga meliputi usia yang lebih muda atau lebih tua. Fakta ini disebabkan oleh banyaknya anak yang masuk sekolah lebih cepat atau lebih lambat dari yang diharapkan.
Perbandingan Daftar Netto (PDN) dihitung dengan membagi jumlah total pelajar dalam usia sekolah resmi yang terdaftar pada suatu jenjang pendidikan dengan populasi yang menurut statistic nasional seharusnya terdaftar pada jenjang tersebut. PDN biasanya dipakai untuk memastikan apakah populasi usia sekolah dididik sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
Biaya pendidikan S1 tiap mahasiswa adalah Rp. 18 juta per tahun, dan sebagian besar disubsidi oleh pemerintah. Ini setara dengan Rp. 750.000,- untuk tiap siswa SD, Rp. 1,5 juta untuk siswa SMP dan Rp 2 juta untuk siswa SMA. Departemen Pendidikan Nasional kini yakin bahwa perlu ada pemeriksaan pada komponen-komponen biaya unit (pembiayaan pendidikan per siswa). Tingginya alokasi untuk tiap mahasiswa perguruan tinggi dibandingkan dengan jenjang dasar dan lanjutan sekarang harus dibalik
Data Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan, hingga tahun 2002 jumlah anak usia sekolah SD, SMP dan SMA adalah 38.368.947, dengan jumlah pengajar hanya 2.005.143. Dari figur tersebut, diperkirakan 41% guru Indonesia tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 034/U/2003 yang mengatur tentang persyaratan pendidikan untuk guru. Total jumlah sekolah mencakup 181.665 (meskipun lusinan sekolah telah hancur ketika konflik di Aceh meningkat) dengan 1.207.508 kelas. Namun, 46,38% dari seluruh kelas telah rusak, sebagian rubuh (28.12%) dan rusak parah (18.25%).
taken from www.sampoernafoundation.org