Wednesday, August 31, 2005

pak haji amin n pastur joni

pak haji amin baru lagi dipesawat dari belanda. persis bgt di sebelah kirinya adalah pastur joni. perjalanan yang jauh dan karena satu bangsa, mereka cukup akrab. lagi asik ngobrol, pramugari nawarin makanan n minuman kepada keduanya.
setelah pesanan di dapet, keduanya nimatin dengan cara masing-masing. but pada dasranya sih sama, pan makan gayanya ratarata sama.

iseng pak haji nanya, "jo, isi roti kamu apa..?"
"oh pork, daging babi, enak bgt mo coba...? tawar pastur joni.
"oh tidak terimakasih, babi dilarang oleh agama saya untuk dikonsumsi. haram hukumnya"
"wah wah, ga tau barang enak nih pak haji..."canda pastur joni....
pak haji cuma senyum teguh ma pendiriannya....

siiiiiiiiiiingg...

ga lama kemudian, pesawat yang mereka tumpangi nyampe di sukarnoo-hatta...
setelah lewatin garbara dan blabla...mereka nyampe juga di kedatanganluar negeri.
pak haji keliatan lagi nyarinyari seseorang, celingak celinguk....
"nyari sapa bang haji ?"
"oh saya lagi nyari isteri saya, katanya mo jemput...nah itu dia yang pake baju biru itu isteri saya. isteri kamu ga jemput jon..?"
"saya ga punya isteri bang haji. agama saya ga bolehin saya menikah.kudu jadi jomblo seumur idup" jelas pastur joni.
"wah wah wah, anda ini tidak tahu "barang" enak rupanya" ujar pak haji sambil ngedipin mata....

RAHIB DAN WANITA

Dua orang rahib Buddha, dalam perjalanan pulang ke
biara, bertemu dengan seorang wanita yang sangat
cantik jelita di tepi sungai. Seperti mereka,
wanita itupun ingin menyeberangi sungai. Sayang,
airnya terlalu tinggi. Maka salah seorang rahib
menggendongnya sampai di seberang.

Rahib satunya lagi sungguh2 merasa mendapat batu
sandungan. Selama dua jam penuh ia mencaci maki
temannya, karena lengah mematuhi Peraturan Suci.
Apakah ia lupa, bahwa ia seorang rahib? Bagaimana
ia sampai2 berani menyentuh seorang wanita? Dan
lebih lagi, mengendongnya menyeberangi sungai?
Lalu bagaimana kata orang nanti? Apakah ia tidak
merendahkan martabat agamanya? Dan begitu seterusnya.

Rahib yang bersalah itu dengan sabar mendengarkan
khotbah yang tak habis2nya itu. Akhirnya ia
menyela: "Kawanku, aku sudah meninggalkan wanita
tadi di pinggir sungai. Apakah engkau masih tetap
membawanya?".

******

Seorang Sufi Arab, Abu Hassan Bushanja, berkata:
"Dosa sebagai perbuatan tidak begitu parah
dibandingkan dengan keinginan serta pemikiran
tentang dosa itu. Memang untuk sesaat tubuh
membiarkan perbuatan senang; namun berbeda sekali
dengan budi dan hati yang mengunyah-ngunyahnya
tiada habis2nya."

Kalau seorang yang patuh pada agama dengan tiada
habis2nya mengunyah-ngunyah dosa yang dilakukan
oleh orang lain, timbullah kecurigaan, bahwa
mengunyah itu lebih memuaskannya daripada berbuat
dosa menyenangkan si pendosa.

( The Song of The Bird )

Monday, August 29, 2005

DIJUAL : KEBENARAN



Ketika aku melihat papan nama pada kios itu,
hampir2 aku tdk percaya pada apa yg kubaca: KIOS
KEBENARAN. Mereka menjual kebenaran disana!

Gadis penjaga kios bertanya dgn amat sopan:
kebenaran macam apa yg ingin kubeli, sebagian
kebenaran atau seluruh kebenaran? Tentu saja
seluruh kebenaran! Aku tidak perlu menipu diri,
mengadakan pembelaan diri atau rasionalisasi lagi.
Aku menginginkan kebenaranku: terang, terbuka,
penuh dan utuh. Ia memberi isyarat, agar aku
menuju bagian lain dalam kios itu, yg menjual
kebenaran yang utuh.

Pemuda penjaga kios yg ada disana memandangku
dengan rasa kasihan dan menunjuk kepada daftar harga.
"Harganya amat tinggi Tuan," katanya.
"Berapa?" tanyaku mantap, karena ingin mendapat
seluruh kebenaran, berapapun harganya.
"Kalau Tuan ingin membelinya," katanya,"Tuan akan
membayarnya dengan kehilangan semua ketenangan
dalam seluruh sisa hidup Tuan."

Aku keluar dari kios itu dengan rasa sedih. Aku
mengira bahwa aku dapat memperoleh seluruh
kebenaran dengan harga murah. Aku masih belum siap
menerima kebenaran. Kadang2 aku mendambakan damai
dan ketenangan. Aku masih perlu sedikit menipu
diri dengan membela dan membenarkan diri. Aku
masih ingin berlindung di balik kepercayaan2ku
yang tak boleh dipertanyakan..

( The Song of The Bird )

ngeblog = goblog



Sebuah penjelasan dari sisi psikologis menanggapi prejudice yang semena-mena….

Apa benar ngeBLOG=goBLOG, seperti yang dikatakan orang-orang yang skeptis dengan keberadaan blog? Kalau boleh saya menerka, prasangka jahat ini biasanya dilontarkan 2 tipe orang dengan motivasi yang beragam.

Tipe yang pertama adalah orang yang tidak punya blog, dengan motivasi ‘iri hati’ atau ‘sirik’ dengan berbagai sebab :
1. dia tidak bisa buat blog sedangkan orang lain punya blog yang bagus.
2. dia tidak punya uang, fasilitas dan waktu untuk ngeblog.
3. dia adalah pemalas sehingga lebih memilih mengisi waktu luang dengan nongkrong, asal bicara, ataupun hal lainnya yang sifatnya menghindari aktivitas otak.
4. dia = goblog, karena hanya orang gobloglah yang tidak mau susah-susah berpikir untuk mencari hikmah dari segala sesuatunya:p

Tipe yang kedua adalah orang yang punya blog, dengan motivasi ‘cari perhatian’ dengan berbagai sebab pula yaitu:
1. dia pengen berhenti ngeblog karena tidak tahu harus mengisi dan menulis apa sehingga blognya tidak lagi dibaca orang.
2. dia ingin populer dengan cepat dan instan tanpa bersusah payah berpikir panjang.
3. dia dibesarkan dengan pola asuh keluarga yang kurang kasih sayang, sehingga tepatlah jika komunitas blogger memberikan ungkapan kasih sayang kepada seseorang yang katanya pakar namun cenderung paranoid pada hari kasih sayang yang lalu. hahaha:)

Kedua tipe tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu sama-sama dikenal sebagai manifestasi perilaku proyeksi. Dalam istilah psikologi, proyeksi adalah suatu mekanisme pertahanan ego untuk mengubah kecemasan neurotik atau kecemasan moral menjadi suatu kecemasan objektif (Freud, 1974).

Dalam hal ini saya mengambil contoh misalnya seorang pakar yang telah dikenal orang dengan kepiawaiannya dalam hal IT. Kecemasan atau ketakutan akan menurunnya popularitas dirinya karena tidak mengetahui suatu teknologi IT yang terbaru dan sedang ngetrend, membuat pakar tersebut melakukan mekanisme pertahanan ego dengan cara proyeksi. Manifestasi perilakunya muncul dengan mengatakan bahwa produk IT itu jelek sehingga tidak ada gunanya bagi dia untuk menggunakan produk itu.
Dengan demikian kecemasan neurotik itu diubah menjadi kecemasan objektif dengan mengatakan hal-hal yang baik adalah milik ego sedangkan hal-hal yang buruk adalah milik nonego.

hahaha… maaf jika ada yang tersinggung, tapi demikian adanya kira-kira jika dijelaskan melalui suatu dinamika psikologis.

Sebuah Penglihatan dan Pembelaan.
Apakah benar ngeblog = goblog? Baiklah kita mulai menggunakan sedikit aktivitas otak kita untuk mencerna berbagai data dan fakta berikut ini :

Penelitian Adi Onggoboyo dalam “Suatu Fenomena Sociocyber yang unik dan dinamis” pada bulan Oktober 2004 yang lalu mengungkapkan bahwa 95,26% dari 211 blogger Indonesia menyatakan bahwa mereka merasa mendapatkan hal-hal positip setelah menjadi blogger. Hal-hal positip tersebut diuraikan lagi oleh Adi Onggoboyo sebagai berikut :
Meningkatkan Gairah Hidup 2,98%
Lebih Disiplin 0,49%
Semangat Prestatif 3,98%
Menjalin dan memperbanyak relasi/kawan/persahabatan 48,75%
Rajin menulis/meningkatkan kemampuan/produktivitas menulis 8,95%
Lebih kreatif/ekspresif/inspiratif/motivatif 4,47%
Menambah berbagai wawasan 3,98%
Lega bisa berbagi 2,48%
Lain-lain 7,96%
Gabungan beberapa poin diatas 15,92%

Dari data tersebut, Adi Onggoboyo menyimpulkan bahwa blog dapat dijadikan sebuah alternatif bagi pengembangan diri dari berbagai sisi, tidak hanya sekedar tulis menulis.

Penelitian diatas semakin menguatkan pandangan bahwa blog itu memiliki nilai manfaat yang cukup besar dibandingkan dengan nilai negatifnya, berikut ini beberapa manfaat yang membuat aktivitas ngeblog bukanlah suatu penggoblokan belaka tapi sebaliknya ngeblog adalah aktivitas pencerdasan jika dilihat melalui bidang studi saya yaitu Psikologi :

1. NgeBlog itu Merangsang Otak.
Aktivitas ngeBlog, mulai dari membuat desain blog sampai dengan menulis blog tiap waktu merupakan suatu proses mental otak yang melibatkan jutaan sel pada otak. Rangsangan tersebut membuat rantai-rantai neuron menjadi aktif dan dimulainya proses mielinisasi (myelin adalah sejenis protein lemak yang dikeluarkan oleh otak untuk melapisi hubungan antara dendrit ketika kita menerima suatu informasi yang baru.
Seorang peneliti otak yang bernama Dr. Marian Diamond telah menghabiskan waktu tiga puluh tahun untuk mengadakan rangkaian percobaan tentang otak. Hasilnya disimpulkan bahwa pada umur berapapun sejak lahir hingga mati, adalah mungkin untuk meningkatkan kemampuan mental otak dengan rangsangan lingkungan. Dengan demikian prinsipnya bahwa semakin terangsang otak dengan aktivitas intelektual dan interaksi lingkungan, semakin banyak jalinan yang dibuat antara sel-sel otak. Ini dapat dibuktikan dengan membandingkan jumlah jalinan sel otak pada tikus hasil percobaan Diamond. Tikus yang otaknya terus menerus dirangsang memiliki jumlah jalinan yang lebih banyak dibandingkan tikus yang tidak diberi rangsangan pada otaknya.

2. NgeBlog itu Menyehatkan Jiwa dan Raga.
Ngeblog berkaitan erat dengan aktivitas menulis blog, penelitian Adi Onggoboyo menunjukkan bahwa 27,48% dari 211 blog berisi mengenai curhat pribadi, 21,23% adalah renungan/refleksi, dan ide-ide pemikiran 14,69%. Hal ini juga dikuatkan dengan survei yang dilakukan octave.or.id yang mendapatkan 52,46% dari 122 blogger memilih menulis blognya dengan curhat/diary.
Mengapa ngeblog dapat dikatakan menyehatkan jiwa? Dari hasil data survei diatas dapat diasumsikan jika sebagian besar blogger telah melakukan perilaku katarsis dengan mencurahkan perasaannya melalui tulisan pada blognya.
Katarsis menurut Kamus Lengkap Psikologi karangan J.P. Chaplin adalah pembebasan atau pelepasan ketegangan-ketegangan dan kecemasan-kecemasan dengan jalan mengalami kembali dan mencurahkan keluar kejadian-kejadian trumatis di masa lalu, yang semula dilakukan dengan jalan menekan emosinya ke dalam ketidaksadaran.
Dengan menuliskan perasaan-perasaan yang muncul terutama hal-hal negatif akan memberikan rasa puas dan lega (Dr. Pennebaker). Menulis blog sebagai media katarsis lebih bermanfaat daripada melakukan aksi kekerasan. Emosi-emosi yang tersimpan dalam ketidaksadaran akan membuat seseorang semakin cemas, dan pada saatnya kecemasan tersebut akan termanifestasikan dengan perilaku agresifitas. Contohnya: Kebrutalan para polisi, Kebrutalan para pendemo, Kebrutalan seorang ayah yang tega membunuh anaknya.
Blog sebagai media katarsis akan mengarahkan blog sebagai suatu media psikoterapi alternatif.

Saat ini saya dan kolega saya di UPTB (Unit Pengembangan Teknologi Belajar) Psikologi UGM sedang mengembangkan suatu sistem pemanfaatan blog sebagai media psikoterapi masa depan yang rencananya akan diimplementasikan ke publik sekitar bulan Agustus 2005 (Lagi butuh dana infrastruktur neh…. ada yang mau jadi sponsor ga? hehehe:).

Ada ungkapan yang mengatakan di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat, begitu pula sebaliknya karena tubuh dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pelepasan emosi melalui menulis di blog akan memberikan efek relaksasi bagi tubuh sehingga fungsi tubuh akan kembali mencapai keadaan homeostatis. Keadaan stress memicu tubuh untuk selalu dalam keadaan tegang, dan semakin lama ketegangan tersebut akan memperlemah pertahanan tubuh dan selanjutnya akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Dengan demikian semakin kita rajin melampiaskan emosi dalam tulisan blog kita semakin terjaga tubuh kita dari berbagai ancaman penyakit.

3. Ngeblog itu Suatu Proses Pembelajaran
Aktivitas menulis blog merupakan proses belajar. Ketika kita mengungkapkan perasaan kita melalui suatu blog, kita akan belajar untuk mengenal perasan-perasaan dan emosi-emosi yang muncul dari suatu peristiwa dalam keseharian kita. Semakin sering kita menyadari hal tersebut semakin lama kita semakin mengenal diri kita sendiri sehingga pada situasi yang sama, kita akan belajar untuk mengontrol emosi tersebut. Hal ini merupakan salah satu dari dasar pemikiran Aaron Beck yang terkenal dengan terapi kognitifnya.

Aktivitas membaca blog orang lain juga merupakan proses belajar. Ketika kita membaca blog orang lain, tak jarang kita menerima informasi baru tentang berbagai hal. Secara tak langsung pengetahuan baru atau pengalaman orang lain tersebut akan mengendap dalam pikiran kita sehingga pada suatu saat dimana kita mengalami hal yang sama kita secara sengaja atau tidak, kita akan menggunakan pengetahuan tersebut untuk memecahkan masalah yang kita hadapi. Hal ini dapat diterangkan lebih lanjut melalui teori belajar kognitif yang dikembangkan oleh Kohler.

Ada perilaku-perilaku ketika ngeblog yang bisa dicurigai sebagai sebuah proses pembelajaran, yaitu :

- Memberikan komentar : belajar mengungkapkan pendapat, belajar menerima pendapat orang lain, belajar menerima perbedaan, belajar untuk memahami orang lain.

- Memberikan sapaan dalam ShoutBox : belajar untuk memulai dan mempertahankan suatu interaksi sosial, belajar untuk memberi perhatian, belajar untuk berafiliasi satu dengan yang lain, belajar memberi apresiasi terhadap suatu blog.

Dengan demikian ngeblog merupakan suatu proses pembelajaran dan pengembangan kepribadian bagi diri blogger itu sendiri.

4. Ngeblog itu Melatih Perilaku Afiliasi dalam Interaksi Sosial
Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar tentang hal ini, tetapi saya akan menunjukkan suatu fenomena kedekatan hubungan sosial yang tercipta antara blogger hanya karena saling membaca blog satu sama lain. Tidak jarang kita dapat melihat komentar-komentar yang mengesankan suatu hubungan keluarga dekat dalam blog seseorang.

58,29% dari 211 blogger dalam penelitian Adi Onggoboyo mengatakan komunikasi melalui blog membuat mereka merasa cepat akrab. 51,65% dari 211 blogger merasa lebih akrab berkomunikasi via blog dengan temannya yang sudah dikenalnya dalam dunia nyata.

Saling berbagi cerita dan pengetahuan membuat seseorang mulai mengenal seseorang yang lainnya secara lebih mendalam. Keterbukaan dan kepercayaan akan menciptakan suatu jalinan afiliasi yang dapat pula menumbuhkan hubungan emosi blogger yang satu dengan yang lainnya meskipun tidak melakukan pertemuan fisik.

Sekali lagi NgeBLOG TIDAK SAMA DENGAN goBLOG.
Ngeblog bukanlah suatu kegoblokan semata, hal ini baru ditinjau dari segi psikologis saja dan itupun masih banyak yang terlewat. Saya yakin teman-teman dalam bidang studi lainnya juga punya alibi yang kuat untuk menghancurkan prejudice yang semena-mena dari seseorang yang malas melakukan penelitian dan terjun di dalamnya. (maafkan diriku

Blog juga bukan sekedar trend, tetapi merupakan suatu kebutuhan manusia yaitu untuk mencapai kebutuhan yang paling tinggi dalam hirarki kebutuhan Abraham Maslow yaitu Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri. Jadi jangan heran jika dalam diri setiap orang terdapat upaya untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia, dan salah satu caranya adalah dengan ngeBLOG ! Viva Blogger Indonesia!

Octave Ken Manungkarjono
Staff UPTB Psikologi UGM
http://kenz.web.ugm.ac.id/
blog adalah suatu media web online yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran, emosi dan perilaku seseorang atau kelompok sebagai jawaban atas kebutuhan interaksi sosial dan aktualisasi diri untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia dari waktu ke waktu.

Referensi:
Benson, N.C., and Grove, S. 1998. Psychology for Beginners. Cambridge : Icon Books Ltd.
Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. terj: Kartini Kartono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hall, C.S., and Lindzey, G. 1993. Psikologi Kepribadian I: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Hernowo. 2004. Quatum Learning : Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis/editor. Bandung: MLC.
Manungkarjono, O.K. 2004. Survei Profil Blogger Indonesia. http://octave.or.id/
Onggoboyo, A.N. 2004. Profil Para Blogger : Suatu Fenomena Sociocyber yang Unik dan Dinamis. Riset. http://biangbloggie.com/
Perwitasari, J.E., Hadjam, M.N.R., Atamimi, N., Retnowati, S., Utami, M.S., Subandi, M.A., Ramdani, N., Hasanat, N.U. 2002. Psikoterapi: Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM.
Rose, C., and Nicholl, M.J. 1997. Accelerated Learning for the 21st Century. London: Judy Piatkus.


author :
  • kenz
  • Wednesday, August 24, 2005

    keinginan untuk merdeka ada di diri setiap orang



    seorang biksu yang "mengurung" semua nafus duniawinya pun memiliki kemerdekaan yang dia inginkan. merdeka dalam menjalankan ibadah dan keyakinnya. merdeka melakukan semua ritus yang ia percayai.

    seorang muslim yang berpuasa pun memeilki kemerdekaan yang ia terjemahkan sendiri dalam prinsip maupun tidakannya.

    lalu kenapa banyak sekali yang merasa dirinya terkekang...
    merasa tuhan tidak adil dengan memberikan kondisi sedemikian rupa kepada dirinya....
    kenapa dia yang bersemayam dalam tubuh kasar itu...
    dan banyak lagi pertanyaan, yang sekali adalah perasaan,.....

    keinginan-keinginan yang beragam dalam jumalah tidak terbatas tanpa memperhitungkan scarcity atau beberapa kondisi, telah banyak memberi masukan bagi sang perasaan tadi...
    sakit hati karena satu dua keinginan tidak terpenuhi...
    menderita karena satu harapan yang ia kemukakan tidak sesuai dengan kenyataan...
    putus asa ketika cita-cita yang diidamkan kandas di depan mata dan haluannya pun berubah....

    keinginan adalah sumber penderitaan...
    benarkah.....

    dalam ekonomi konvensional disebutkan:
    need atau kebutuhan manusia amat tidak terbatas, sedangkan sumberdaya yang ada amat terbatas (scarcity)....
    berdasarkan pernyataan ini, semua manusia mengalami kekurangan dan berlomba untuk memuaskan kebutuhan...
    merdekakah...

    merdeka didapat saat bersyukur...
    merdeka dirasakan saat ikhlas...

    Friday, August 12, 2005

    Agustus 1945



    7 Agustus BPUPKI berubah menjadi PPKI: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

    9 Agustus Sukarno, Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat diterbangkan ke Vietnam oleh orang Jepang untuk bertemu dengan Marshal Terauchi.
    Di sana mereka diberitahukan tentang keruntuhan angkatan perang Jepang, dan bahwa Jepang akan memberi Indonesia kemerdekaan pada 24 Agustus.

    14 Agustus Sukarno, Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat kembali ke Jakarta, menunggu janji Jepang.

    15 Agustus Jepang menyerah kepada Sekutu.
    Tentara dan angkatan laut Jepang masih menguasai Indonesia.

    16 Agustus Sukarno dan Hatta dibawa dengan diam-diam oleh pemimpin pemuda, termasuk Chaerul Saleh, ke Rengasdengklok pada 03:00 A. M. Mereka nanti akan kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto, dan melewatkan keesokan malamnya di tempat tinggal Admiral Vice-Maeda Tadashi.
    Sukarno dan Hatta diberitahu secara pribadi bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan tentang masa depan Indonesia.

    17 Agustus Sukarno membaca teks "Proklamasi"; Pernyataan Kemerdekaan.
    PETA memaksa, kaum muda radikal, dan rakyat kebanyakan di Jakarta yang teroganisir melakukan penjagaan di tempat tinggal Sukarno.
    Pamflet tersebar menyatakan kemerdekaan. Adam Malik mengumumkanProklamasi melalui radio SW. Jepang sudah menyetujui mengembalikan Indonesia pada Belanda.

    18 Agustus PPKI bergerak untuk membentuk pemerintah sementara dengan Sukarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden.

    18 Agustus Piagam Jakarta (Jakarta Charter) mengatakan agama Islam di antara asas Pancasila dibatalkan dari mukadimah ke undang-undang dasar baru.

    18 Agustus New Republic terdiri atas 8 provinsi: Sumatra, Borneo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

    22 Agustus Jepang mengumumkan penyerahan mereka di depan umum di Jakarta.
    Angkatan perang Jepang melucuti senjata dan membubarkan Peta dan Heiho.
    Banyak anggota kelompok-kelompok ini belum mengetahui kemerdekaan.

    23 Agustus Sukarno berbicara di radio.

    23 Agustus BKR (Badan Keamanan Rakyat), angkatan militer Indonesia yang pertama, mulai dibentuk dari mantan anggota Peta dan Heiho. batalion Peta ikut bergabung sebagai kesatuan, setelah di bubarkan oleh jepang.
    Belanda mendarat di Sabang, Aceh.

    29 Agustus Republik Baru: undang-undang dasar yang sudah disusun oleh panitia persiapan PPKI, dan diumumkan pada tanggal 18, yang dipakai (UUD 45).
    Sukarno diangkat sebagai Presiden, Hatta dangkat sebagai Wakil Presiden.
    PPKI (bpupki, bentukan jepang) dibentu kembali menjadi dalam KNIP.KNIP adalah majelis pemerintahan sementara sampai pemilihan dapat diadakan. Pemerintah baru dilantik pada 31 Agustus.

    Patih (kepala advisor) Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogya wafat.

    Tan Malaka mencul lagi di Jakarta.

    Wednesday, August 10, 2005

    BUNG KARNO BUNG HATTA MENGGUGAT !!



    TIDAKLAH TERLALU JAUH SAYA DARI KEBENARAN APABILA SAYA KATAKAN BAHWA KITA SELAMA TERJAJAH BANYAK BERCITA-CITA SETELAH MERDEKA KEHILANGAN RUPA. SEOLAH-OLAH TERUNTUK PULA BANGSA KITA GUBAHAN SCHILLER :
    EINE GROSSE EPOCHE HAT DAS JAHRHUNDERT GEBOREN, ABER DER GROSSE MOMENT FINDET EIN KLEINES GESCHLECHT
    APAKAH BAGI BANGSA KITA AKAN TERULANG LAGI NASIB YANG ELIPUTI
    REVOLUSI PRANCIS 1789 YANG MUNCUL DENGAN SEMBOYAN KEMERDEKAAN-PERSAMAAN-PERSAUDARAAN TETAPI MELAKSANAKAN DIDALAM PRAKTEK HIDUP SESUDAH ITU KEBEBASAN MENINDAS, KETIDAKSAMAAN DAN PERTENTANGAN, DAN JUGA KEBEBASAN UNTUK HIDUP MISKIN DAN MELARAT ?
    APA YANG KITA ALAMI DI INDONESIA SEHARI-HARI SEKITAR KITA SEOLAH-OLAH P A N C A S I L A ITU DIAMALKAN DI BIBIR SAJA, TIDAK MENJADI PELITA DIDALAM HATI UNTUK MEMBANGUN MASYARAKAT BARU
    (BungHatta, "Lampau dan Baru")


    PERGERAKAN RAKYAT INDONESIA BUKANLAH BIKINAN KAUM "PENGHASUT". JUGA SEBELUM ADA PENGHASUT ITU, JUGA ZONDER ADA PENGHASUT ITU, UDARA INDONESIA SUDAH PENUH DENGAN HAWA KESEDIHAN MERASAKAN KESENGSARAAN DAN OLEH KARENANYA PENUH PULA DENGAN HAWA KEINGINAN MENGHINDARKAN DIRI
    DARI KESENGSARAAN ITU. SEJAK BERPULUH-PULUH TAHUN RAKYAT INDONESIA ITU HATINYA SELALU MENGELUH, HATINYA SELALU MENANGIS, MENUNGGU-NUNGGU DATANGNYA WAHYU YANG AKAN MENYALAKAN API PENGHARAPAN DIDALAMNYA, MENUNGGU-NUNGGU DATANGNYA MANTRAM YANG BISA MENYANGGUPKAN SESUAP NASI DAN SEPOTONG IKAN DAN SEPERCA KAIN KEPADANYA. HARAPLAH PIKIRKAN TUAN-TUAN HAKIM, APAKAH SEBABNYA RAKYAT SENANTIASA PERCAYA DAN MENUNGGU-NUNGGU DATANGNYA r a t u a d i l APAKAH SEBABNYA SABDA prabu jayabaya SAMPAI HARI INI MASIH TERUS MENYALAKAN HARAPAN RAKYAT ?

    APAKAH SEBABNYA SERINGKALI KITA MENDENGAR BAHWA DI DESA INI ATAU DI DESA ITU TELAH MUNCUL SEORANG imam mahdi ATAU herucakra ATAU TURUNAN SEORANG DARI walisanga ? TAK LAIN TAK BUKAN IALAH OLEH KARENA HATI RAKYAT YANG MENANGIS ITU, TAK BERHENTI-HENTINYA, TAK HABIS-HABISNYA MENUNGGU ATAU MENGHARAPKAN PERTOLONGAN, SEBAGAIMANA ORANG YANG BERADA DALAM KEGELAPAN TAK HENTI-HENTINYA PULA SABAN JAM, SABAN
    MENIT, SABAN DETIK, MENUNGGU MENGHARAP, KAPAN KAPANKAH MATAHARI TERBIT ?

    (BungKarno, INDONESIA MENGGUGAT)

    60 Tahun Ikut Indonesia



    Raden Ajeng Kartini di Jepara jangan-jangan tak mengenal Cut Nyak Dien sebaik dia mengenal Booij-Boissevain, Van Zeggelen, atau Estelle Zeehandellar; sahabat pena tempatnya bercerita tentang diskriminasi yang dialami perempuan Jawa.
    Andaipun Kartini berkirim surat kepada Cut Nyak Dien, pastilah sulit berbalas. Sebab, saat putri ningrat itu baru menikmati dihapusnya tradisi pingit (1900) atas perintah Ratu Wilhemina, Cut Nyak Dien sudah menggantikan Teuku Umar, suaminya, memimpin gerilya di belantara Aceh. Dia bahkan sudah dua kali menjanda, jauh sebelum Kartini dipaksa kawin dengan Bupati Rembang.
    Entah apa yang membuat Kartini tak menulis surat ke perempuan-perempuan Aceh seperti halnya kepada nonik-nonik Belanda.Padahal, Pati Unus yang sama-sama asal Jepara pernah bertempur bersama orang-orang Aceh melawan Portugis di Malaka (1513).
    Tapi sejarah Indonesia terlanjur mencatat surat-surat Kartini sebagai tonggak perjuangan emansipasi perempuan. Sejarah yang dibuat Jakarta, sepertinya enggan menoleh terlalu ke belakang, saat Laksamana Malahayati memimpin 2.000 pasukan Inong Balee mengacaukan barisan Frederic Houtman pada 1599 di pesisir Banda Aceh. Peristiwa ini terjadi 300 tahun sebelum Kartini berkeluh kesah tentang tertindasnya perempuan di Jawa. Lalu di masa Indonesia 'modern' tahun 1999, (lagi-lagi di Jawa) orang meributkan boleh tidaknya seorang perempuan menjadi presiden. Sementara di Aceh abad ke-17, Ratu Safiatuddin sudah memerintah disusul Ratu Nur Alam Nakiatuddin, Inayat Zakiatuddin, dan Kumala Syah. Itu belum termasuk 16
    perempuan dari 73 orang yang duduk di Majelis Mahkamah Rakyat (parlemen) antara tahun 1641-1675, jauh sebelum para aktivis LSM di Jakarta menuntut kuota 30 persen keterwakilan perempuan di DPR.
    Tokoh Aceh legendaris lainnya, seperti Daud Beureueh juga digambarkan tak kalah buruknya di buku-buku pelajaran sekolah di masa Orde Baru. Abu Beureueh disosokkan sebagai pemberontak yang layak ditumpas tanpa diajarkan mengapa dia memilih angkat senjata melawan negaranya sendiri. Negara yang justru ikut diperjuangkannya selama masa pendudukan Belanda.
    Murid-murid sekolah di Indonesia juga tak pernah diajarkan bahwa Radio Rimba Raya yang mengudara secara gerilya di Aceh Tengah sangat berjasa saat RRI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada 1948-1949. Sebaliknya, fakta bahwa banyak anak bangsa yang mendukung penjajahan Belanda, justru tak pernah diungkap. Di dinding Kerkhof di Banda Aceh, tertulis 2.200 nama serdadu Belanda yang tewas di medan laga. Tapi bila diperhatikan secara seksama, nama-nama itu tak hanya milik orang-orang bermata biru dan berambut jagung, seperti Wiederholt atau Wetering. Sebab ada juga nama Soewadi, Raden Nembi, Kartopawiso, atau Lalawi.
    Tentara KNIL (het Koninklijke Nederlandsche Indische Leger) yang dibawa Mayjen Kohler dari Batavia ke Aceh pada 1873 sejatinya memang terdiri dari orang-orang Jawa, Maluku, dan Sunda. Tapi di buku-buku pelajaran sekolah, pemerintah rupanya sengaja menyembunyikan fakta bahwa 82 persen tentara KNIL adalah bangsa kita sendiri!
    Demikian juga halnya dengan Divisi Marsosse (Marechaussee) yang terkenal kejam di Aceh. Tak ada kurikulum pemerintah yang mengajarkan kepada murid SD bahwa gagasan pembentukan Marsose justru dari seorang pribumi bernama Muhammad Arif, putra Minang berprofesi jaksa yang bertugas di Aceh.
    Kejujuran memang menyakitkan (dan memalukan). Apalagi bila generasi muda kita tahu bahwa pada tahun 1929, serdadu KNIL yang mencapai 37.000 orang itu ternyata 45 persennya adalah orang Jawa! Disusul orang Belanda sendiri (18 persen), lalu Manado (15 persen) dan orang Ambon (12 persen).
    Ketika untuk pertamakalinya KNIL dikirim pada 1873, Kohler membawa 11.566 prajurit Eropa dan 15.128 prajurit pribumi. Orang Aceh sendiri nyaris absen dalam barisan prajurit pribumi dan memilih mengundurkan diri hingga ke tanah Gayo dan Alas daripada bekerja untuk kompeni.
    Karena itu, ketika KTP Merah Putih diberlakukan sejak darurat militer hingga kini, dan orang Aceh dipaksa mengikuti upacara-upacara, menyanyikan lagu Indonesia Raya, atau mengikuti ikrar kesetiaan NKRI, sesungguhnya bak itik mengajari burung terbang.
    Apalagi, 'nasionalisme' sudah lama bangkrut di Jakarta. Sejak menjadi presiden pada 1967, hingga turun tahta pada Mei 1998, sudah 30 kali Soeharto memimpin upacara kenegaraan 17 Agustus. Sepertinya tak ada yang lebih nasionalis dan cinta NKRI dibanding dirinya. Tapi setelah lengser, upacara 17 Agustus 1998 pun tak dihadirinya. Padahal, Sekretaris Negara selalu
    mengundang mantan presiden dan keluarganya. Kemungkinan terbesar karena gengsi. Gengsi karena sudah tidak menjabat lagi.
    Begitu pula dengan Presiden Gus Dur. Setelah turun tahta, Juli 2001, alih-alih datang ke Istana, pada 17 Agustus tahun itu, Gus Dur malah menggelar upacara tandingan di kediamannya di Ciganjur dan di sanalah lagu Garuda Pancasila dipelesetkan.

    Pancasila dasarnya apa...
    Rakyat adil makmurnya kapan...
    Pribadi bangsaku.
    Enggak maju... maju
    Enggak maju... maju
    Enggak maju, maju....

    Padahal, aktivis Kontras, Ori Rahman, sempat digebuki anggota Pemuda Panca Marga gara-gara tak hafal lagu Indonesia Raya. Ori sedang diuji rasa 'nasionalismenya' melalui sebuah lagu, hanya karena dia menentang kebijakan darurat militer di Aceh.
    BJ Habibie lebih 'parah' lagi. Alih-alih ikut upacara 17 Agustus di jejeran bangku bekas presiden, sejak dipecat MPR pada 1999, dia bahkan tak mau tinggal di negaranya sendiri dan memilih hidup di Eropa. Seperti ada pesan: saya hanya mau tinggal di Indonesia bila menjadi presiden, atau setidaknya menristek.
    Sementara di Aceh, barangsiapa yang tidak datang upacara, tidak ikut ikrar kesetiaan, akan dianggap tidak nasionalis. Dianggap tidak cinta NKRI, dan bisa dituding sebagai antek separatis. Semua ini terjadi di masa dua tahun status darurat yang dikumandangkan Presiden Megawati Soekarnoputri.
    Lantas, kini orang Aceh menunggu (baca: menantang), akankah 'Cut Nyak' Mega yang nasionalis itu akan menghadiri upacara 17 Agustus 2005 di Istana Negara nanti? Tidak kah dia gengsi hanya duduk di kursi undangan, sementara bekas menterinya justru menjadi inspektur upacara?
    Tentu jawaban Megawati dan pendukungnya bisa seperti ini: "Ah, nasionalisme kan tidak hanya diukur dari upacara bendera saja."
    Bila begitu halnya, lalu mengapa orang Aceh harus ikut upacara agar disebut nasionalis dan bukan separatis? Dan benarkah KTP Merah Putih bias jadi bukti orang Aceh memang cinta NKRI? Bukankah harga yang harus dibayar orang Aceh terlalu mahal sekedar untuk merayakan 'nasionalisme' simbol ala Jakarta ini?
    Dengan semangat ikut membantu 'meluruskan' sejarah dan menggugat definisi nasionalisme' itulah, situs acehkita.com akan menurunkan liputan khusus secara berseri sejak hari ini (1 Agustus 2005) dalam rangka ikut meramaikan HUT Kemerdekaan RI ke-60. Artikel-artikel inilah yang kami muat di majalah edisi Agustus: Menunggu Sang Wali Pulang Kampung. Bagi para pembaca yang tidak sempat mendapatkan majalah tersebut, artikel-artikel ini
    semoga bisa menjadi obat penawarnya.
    Tentu saja sejarah banyak versinya. Untuk itu, dengan kerendahan hati, redaksi memohon maaf bagi pihak-pihak yang merasa versinya tak tertulis secara lengkap. Demikian pula bila ternyata ditemukan banyak ketidakakuratan. Keberatan yang menyusul setelahnya, kami anggap sebagai sumbangan besar untuk menyiapkan sesuatu yang lebih baik, kelak di kemudian hari.
    Namun yang lebih penting, melalui liputan khusus ini, kami ingin menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi di Aceh setelah 60 tahun ikut Indonesia?

    Friday, August 05, 2005

    Harus Selalu Ada Upaya Merajut Keindonesiaan, Perlu Dicari Simpul Perekat Bangsa



    Simpul-simpul yang merekatkan keindonesiaan
    perlu terus dicari guna menumbuhkan rasa keindonesiaan. Pembentukan
    Indonesia tidak terhenti setelah proklamasi kemerdekaan pada 17
    Agustus 1945, melainkan masih merupakan sebuah cita-cita yang terus
    diwariskan.

    Asisten Deputi Sejarah Nasional Departemen Kebudayaan dan
    Pariwisata Susanto Zuhdi, Selasa (2/8), mengungkapkan bahwa
    keindonesiaan merupakan sebuah produk pemikiran dari para founding
    father pada awal abad ke-20. Namun, pembentukan keindonesiaan belum
    selesai begitu teks proklamasi dibacakan.

    Menurutnya, jika pembentukan keindonesiaan terhenti atau dianggap
    sudah selesai, jangan-jangan nanti Indonesia diibaratkan seperti
    kapling yang harus dibagi-bagi. Keindonesiaan merupakan sebuah cita-
    cita yang masih harus terus diperjuangkan dan diteruskan ke generasi
    selanjutnya. Dalam petikan wawancara berikut, ahli sejarah maritim
    dari Universitas Indonesia (UI) ini lebih dalam menjelaskan simpul-
    simpul perekat itu.


    Bagaimana mempertautkan unsur Indonesia yang terdiri atas ribuan
    pulau, etnis, budaya, dan agama yang berbeda?

    Sebetulnya kita sudah memiliki modal sosial dan budaya. Hanya saja
    perlu terus ditemukan simpul-simpul yang menunjukkan interaksi dan
    kebersamaan sebagai sebuah bangsa dan negara. Saya melihat
    setidaknya empat hal dapat digunakan untuk membangun keindonesiaan.

    Pertama, kemaritiman. Laut harus dipandang sebagai pemersatu dalam
    sebuah negara kepulauan. Ada kesamaan gagasan dari jiwa orang yang
    berlayar, yakni dinamis, berinteraksi, dan berdialog. Sayangnya,
    dunia maritim kerap terpinggirkan.

    Kedua, ingatan bersama akan pengalaman penjajahan yang sebetulnya
    masih dapat jadi semangat. Ada ingatan bersama sehubungan dengan
    kolonialisasi yang dirasakan di wilayah Indonesia. Ketiga,
    pengalaman sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, sebut saja pengalaman
    bersama jatuh bangun dalam membangun demokrasi.

    Keempat, diaspora atau penyebaran suku-suku bangsa di Indonesia
    yang sebetulnya dapat menjadi simbol perekat, meskipun tidak dapat
    disangkal terdapat letupan konflik. Untuk itu perlu digunakan
    pendekatan kebudayaan, yakni melihat interaksi antarkelompok
    masyarakat dengan budayanya masing-masing. Dalam hal teknologi
    misalnya, ada kemampuan suku bangsa yang bisa mengatur air, seperti
    Bali dengan model subak. Ternyata di daerah lain seperti di beberapa
    tempat di Poso berkembang model serupa. Sebetulnya ada unsur-unsur
    budaya yang masuk karena ada interaksi. Untuk mengangkat ini butuh
    waktu dan kesadaran bersama akan pentingnya perspektif budaya.

    Simpul-simpul perekat rasa keindonesiaan seperti apa?

    Tahun 2003, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pernah
    membukukan simpul-simpul perekat keindonesiaan melalui tempat
    pembuangan dan makam pejuang bangsa. Para pejuang dari dari berbagai
    daerah itu ternyata dalam pengasingannya di daerah lain menunjukkan
    tetap tidak kehilangan semangat juang.

    Sebut saja Tuanku Imam Bondjol yang dikenal sebagai pejuang dari
    Sumatera Barat. Oleh karena perlawanannya, Pemerintah Hindia Belanda
    kemudian mengasingkannya ke Cianjur. Tetapi kepahlawanan Imam
    Bondjol terus tampil. Di Cianjur, Imam Bondjol menjadi guru agama
    dan punya banyak murid sehingga dianggap berbahaya oleh Belanda. Ia
    lalu dipindahkan ke Ambon, kemudian ke Minahasa.

    Cara lain untuk menumbuhkan rasa keindonesiaan?
    Pendidikan kepada generasi muda merupakan hal yang sangat penting.
    Misalnya dengan melalukan lawatan sejarah. Departemen Kebudayaan dan
    Pariwisata sejak tahun 2003 menyelenggarakan program lawatan sejarah
    bagi guru dan siswa berprestasi di seluruh Indonesia. Setiap
    provinsi mengirimkan wakilnya untuk mengikuti lawatan sejarah
    nasional.

    Mereka yang ikut dalam program ini sebelumnya telah melakukan
    lawatan sejarah di daerah masing-masing. Dalam lawatan sejarah
    nasional mereka mengunjungi daerah tertentu sekaligus
    mempresentasikan lawatan sejarah di daerah masing-masing. Tahun 2005
    ini, lawatan sejarah diadakan di Makassar dan Pulau Selayar, yang
    menjadi salah satu sentra pelayaran di timur Indonesia. (INE)

    http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/03/humaniora/1947189.htm

    Tuesday, August 02, 2005

    APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA? (I)



    BUNG KARNO:

    Amanat di Depan Kongres Rakyat Jawa Timur Tanggal 24 September 1955
    Di Surabaya

    Saudara -saudaraku sekalian,

    Saya adalah orang Islam, dan saya adalah keluarga Negara Republik
    Indonesia.

    Sebagai orang Islam saya menyampaikan salam Islam kepada Saudara-
    saudara sekalian: Assalamu 'alaikum wr. wb!

    Sebagai warga negara Republik Indonesia saya menyampaikan kepada
    Saudara-saudara sekalian -- baik yang beragama Islam, baik yang
    beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain -- kepada
    Saudara­saudara sekalian saya menyampaikan salam
    nasional: "Merdeka!"

    Tahukah Saudara-saudara arti perkataan "salam" sebagai bagian dari
    perkataan assalamu 'alaikum wr.. wb? Salam artinya damai, sejahtera.
    Jikalau kita menyebutkan assalamu 'alaikum wr. wb, berarti damai dan
    sejahteralah sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah
    jatuh kepadamu. Salam berarti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu
    saya minta kepada kita sekalian untuk merenungkan benar-benar akan
    arti perkataan assalamu' alaikum.

    Salam -- damai -- sejahtera! Marilah kita bangsa Indonesia -­-
    terutama sekalian yang beragama Islam -- hidup damai dan sejahtera
    satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai
    memba­hayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai
    gerombolan­-gerombolan yang menyebutkan assalamu 'alaikum, akan
    tetapi membakar rumah-rumah rakyat.

    Salam -- damai! Damai -- sejahtera! Rukun -- bersatu! Terutama
    sekali di dalam revolusi nasional kita belum selesai ini.

    Dan sebagai warga negara merdeka saya tadi memekikkan
    pekik "Merdeka!" bersama-sama dengan kamu. Kamu yang ber-agama
    Islam,kamu yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Budha,

    Hindu-Bali atau agama lain. Pekik "Merdeka!" adalah pekik yang
    membuat rakyat Indonesia itu -- walau-punjumlahnya 80 juta –
    menjadi : bersatu tekad, memenuhi sumpahnya, "Sekali merdeka, tetap
    merdeka!".

    Pekik "Merdeka!", Saudara-saudara, adalah "pekik pengikat". Dan
    bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan dari bangsa
    yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imperialisme, dengan
    tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, Saudara-
    saudara, ­terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang
    ini -- fase revolusi nasional yang belum selesai -- jangan lupa
    kepada pekik Merdeka! Tiap-­tiap kali kita berjumpa satu sama
    lain, pekikkanlah pekik "Merdeka!".

    Tatkala aku mengadakan perjalanan ke Tanah Suci beberapa pekan yang
    lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia di kota Singapura
    untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di
    Singapura itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka
    bergembira, bahwa Presiden Republik-nya lewat di Singapura. Mereka
    menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-
    gempita, dan minta kepada Presiden Republik Indonesia untuk
    memberikan amanat kepadanya. Di dalam amanat itu beberapa kali
    dipekikkan pekik "Merdeka!"

    Apa lacur? Sesudah Bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok, ke
    Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke negara

    Saudi Arabia -- sesudah Bapak meninggalkan kota Singapura -- geger
    pers imperialisme Singapura, Saudara-saudara. Mereka
    berkata:"Presiden Sukarno kurang ajar". Presiden Sukarno menjalanka
    Ill behaviour, katanya. Ill-behaviour itu artinya tidak tahu
    kesopanan. Apa sebab pers imperialisme mengatakan Bapak menjalankan
    ill behaviour, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini
    bukan negeri merdeka -- toh tahu, bahwa di sini masih di dalam
    kekuasaan asing -- kok memekikkan pekik "Merdeka"?

    Tatkala Bapak kembali dari Tanah Suci, singgah lagi di Singapura, --
    Bapak dikeroyok oleh wartawan-wartawan. Mereka menanyakan kepada
    Bapak: "Tahukah Paduka Yang Mulia Presiden bahwa tatkala PYM
    Presiden meninggalkan kota Singapura di dalam perjalanan ke Mesir
    dan Tanah Suci, PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-
    behaviour, oleh karena PYM memekikkan pekik Merdeka dan mengajarkan
    kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik Merdeka? Apa jawab
    PYM atas tuduhan itu?"

    Bapak menjawab: "Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang
    Indonesia, warga negara Republik Indonesia, berjumpa dengan warga
    negara Republik Indonesia -- pendek kata jikalau orang Indonesia
    bertemu dengan orang Indonesia -- selalu memekikkan pekik "Merdeka"!
    Jangankan di sorga, di dalam neraka -pun!"

    Nah, Saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan
    pekik Merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik Merdeka
    itu. Apalagi -- sebagai Bapak katakan tadi -- dalam fase revolusi
    nasional kita yang belum selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia
    yang beragama Islam, aku menyampaikan kepadamu
    salam "assalamu 'alaikum!" Sebagai warga negara Republik Indonesia
    aku menyampaikan kepadamu "Merdeka!"

    Saudara-saudara, aku pulang dari Bali -- beristirahat beberapa hari
    di sana. Diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada ini malam
    memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanat, terutama sekali yang
    mengenai hal, "Apa sebab Negara Republik Indonesia berdasarkan
    kepada Pancasila?" Dan memberikan penerangan tentang hal Panca
    Dharma.

    Tadi, tatkala aku baru masuk gèdung Gubernuran ini, hati kurang
    puas? Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan Bung Karno. Maka
    oleh karena itulah, Saudara-saudaraku dan anak--anakku sekalian,
    maka Bapak minta kepada pimpinan agar supaya Saudara-saudara diberi
    izin lebih dekat. Sebab Saudara-saudara tahu isi hati Bapak ini --
    isi hati Presiden, isi hati Bung Karno -- kalau jauh dari rakyat
    rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat dengan rakyat, rasanya
    laksana Kokrosono turun dari perta-paannya ...

    Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada Saudara-
    saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku
    berpidato di sini bukan sekadar sebagai Sukarno. Bukan sekadar
    sebagai Bung Karno. Bukan sekadar sebagai Pak Karno.-- Aku berpidato
    di sini sebagai Presiden Republik Indonesia! Sebagai Presiden
    Republik Indonesia aku diminta untuk memberi penjelasan tentang
    Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan atas
    Pancasila?

    Dan diminta memberi penjelasan akan Panca Dharma, sebagai yang telah
    kuanjurkan dengan resmi pula di dalam pidato Presiden Republik
    Indonesia pada tanggal 17 Agustus yang lalu. Dan permintaan

    itu, insya Allah kukabulkan pula sebagai Presiden Republik
    lndonesia. Justru oleh karena pada saat sekarang ini saya sebagai
    Presiden Republik lndonesia, maka dengan gembira dan senang hati
    saya memenuhi permintaan untuk memberi penjelasan tentang Pancasila.

    Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden
    Republik lndonesia disumpah atas Undang-Undang Dasar kita. Saya tadi
    berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur
    dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai
    Presiden Republik disumpah atas dasar Undang-Undang Dasar kita.
    Disumpah harus setia kepada Undang-Undang Dasar kita. Di dalam
    Undang-Undang Dasar kita, dicantumkan satu Mukaddimah, kata
    pendahuluan. Dan di dalam kata pendahuluan itu dengan tegas
    disebutkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan lndonesia
    yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.

    Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan di dalam Undang-
    Undang Dasar kita. Sejak kita di dalam tahun 1945 telah berkemas-
    kemas untuk menjadi satu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah
    mengalami empat kali naskah.

    Sebelum mengadakan Proklamasi 17 Agustus, sudah ada satu naskah.
    Kemudian pada 17 Agustus 1945, satu naskah lagi. Kemudian tatkala
    RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu -- tatkala kita
    kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan -- satu naskah
    lagi. Empat kali naskah, Saudara-saudara. Dan di dalam ke-empat
    naskah itu dengan tegas disebutkan Pancasila.

    Pertama, tatkala kita di dalam zaman Jepang, kita telah
    berkemas­kemas di dalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang
    merdeka. Pada waktu itu telah disusunlah satu naskah yang di-namakan
    Jakarta Charter. Di dalam Jakarta Charter itu telah disebutkan
    dengan tegas lima asas yang hendak kita pakai sebagai pegangan untuk
    negara yang akan datang: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan.
    Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.

    Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita
    pada 17 Agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya. Saudara-
    saudara, kukatakan Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini --yaitu
    Undang-Undang Dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang di
    bawah ancaman bayonet Jepang -- kita rencanakan satu Undang-Undang
    Dasar dari Negara Republik Indonesia yang kita proklamirkan pada
    tanggal 17 Agustus 1945. Dan di dalam Undang­Undang Dasar itu
    dengan tegas dikatakan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa,
    Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial!.

    Tatkala -- berhubung dengan jalannya politik -- Negara Republik
    Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibuatlah
    Undang­Undang Dasar RIS. Dan di dalam Mukaddimah Undang- Undang
    Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.

    Kita tidak senang akan federal-federalan. Segenap rakyat
    mem­protes akan adanya susunan federal iui. Delapan bulan
    susunan RIS berdiri, hancur-lebur RIS, berdirilah Negara Republik
    Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini
    diubah lagi menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dari Negara Re-
    publik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi Mukaddimah yang
    mengandung Pancasila.

    Jadi dengan tegas, Saudara-saudara, -- jelas! Empat kali di dalam
    sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah
    me­nyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Allah s.
    w. t. dinobatkan menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu
    antara lain ialah setia kepada Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena
    itulah, Saudara-saudara, rasa sebagai kewajiban jikalau diminta oleh
    sesuatu golongan akan keterangan tentang Pancasila-memenuhi
    permintaan itu.



    Dan pada ini malam dengan mengucap suka-syukur ke hadirat Allah
    s.w.t. aku berdiri di hadapan Saudara-saudara. Berhadap-hadapan muka
    dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, dengan pihak
    Angkatan Laut Republik Indonesia dan pihak Tentara, dengan pihak
    Mobrig, pihak Polisi, pihak Perintis, dengan pemuda, dengan pemudi --
    berdiri di hadapan Saudara-saudara dan anak--anak sekalian yang
    telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air hujan-
    aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah,
    Saudara­saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab
    Negara Republik didasarkan atas dasar Pancasila.

    Saudara-saudara, ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara!.Ya,
    jikalau diambil di dalam arti itu, memang Pancasila adalah
    sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan
    misalnya ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar kita -- bahwa Sang
    Merah Putih, bendera kita -- itu pun sementara! Segala Undang-Undang
    Dasar kita sekarang ini adalah sementara.

    Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita
    pakai sekarang ini, malahan disebutkan Undang-Undang Dasar Sementara
    dari Negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Ya, oleh karena
    akhimya nanti yang akan menentukan segala sesuatu ialah
    Konstituante. Maka itu, Saudara-saudara, kita akan mengadakan
    pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 September nanti,
    insya Allah S.W.T. untuk memilih DPR.

    Kemudian pada tanggal 15 Desember untuk memilih Konstituante.

    Konstituante adalah Badan Pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang­-
    Undang Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi.
    Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap
    bagi Negara Republik Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-
    galanya masih sementara.

    Tetapi, Saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku, "Apa yang berisi
    kalbu Bapak ini akan permohonan kepada Allah s. w. t. ?" Terus
    terang aku berkata, jikalau Saudara-saudara membelah dada Bung Karno
    ini, Saudara-saudara bisa membaca di dalam dada Bung Karno memohon
    kepada Allah s. w. t. supaya Negara Republik Indonesia tetap
    berdasarkan Pancasila.

    Ya benar, bahwa segala sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku
    berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara -- bendera Republik
    Indonesia -- pun sementara! Dan jikalau nanti Konstituante
    bersidang, insya Allah s.w.t., Saudara-saudara-ku, siang dan malam
    Bapak akan memohon kepada Allah s. w. t. agar supaya Konstituante
    tetap menetapkan Bendera Sang Merah Putih sebagai bendera Negara
    Republik Indonesia.

    Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah
    Putih ini. Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai
    bendera Republik Indonesia.

    Tahukah Saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan
    Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan
    nasional. Apa lagi bukan buatan Bung Karno, bukan buatan Bung Hatta!
    Enam ribu tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini.
    Bukan seribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun,
    bukan empat ribu tahun, bukan lima ribu tahun!-Enam ribu tahun kita
    telah mengenal wama Merah Putih!

    Tatkala di sini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam,
    belum ada agama Hindu, bangsa Indonesia telah meng-agungkan
    war­na Merah Putih. Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan
    dalam cara mengenal sebagai sekarang ini. Pada waktu itu yang kita
    sembah adalah Matahari dan Bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira,
    bahwa yang memberi hidup itu Matahari.

    Siang Matahari -- malam Bulan. Matahari merah -- Bulan putih.

    Pada waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih.
    Kemu­dian bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami
    akan hidup di dalam alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu di
    dalam alam ini dan kita melihat, -- 0, alam ini ada yang hidup
    bergerak, ada yang tidak bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-
    makhluk yang bergerak. Ada tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak.
    Manusia dan binatang itu darahnya merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya
    putih. Getih - Getah.

    Coba dengarkan hampir sama dua perkataan ini: Getih - Getah.

    Cuma i diganti dengan a. Dulu kita mengagungkan Matahari dan Bulan
    yang di dalam alam Hindu dinamakan Surya Candra. Kemudian kita
    mengagungkan Getih - Getah. Merah - Putih. Saudara-saudara, itu
    adalah fase kedua.

    Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa
    kejadian manusia ini adalah dari perhubungan laki dan perempuan,
    perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki
    adalah putih. Dan itulah sebabnya maka kita turun-temurun
    mengagungkan Merah-Putih. Apa yang dinamakan "gula-kelapa",
    mengagungkan bubur"bang-putih". Itulah sebabnya maka kita kemudian --
    tatkala kita mempunyai negara-negara setelah mempunyaikerajaan-
    kerajaan -- memakai warna Merah-Putih itu sebagai bendera negara.
    Tatkala kita mempunyai kerajaan Singasari, Merah-Putih telah
    berkibar, terus dirampas oleh imperialisme asing. Tetapi di dalam
    dada kita tetap hidup kecintaan kepada Merah-Putih.

    Dan tatkala kita mengadakan pergerakan nasional sejak tahun 1908
    dengan lahirnya Budi Utomo-dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP
    (Nationaal Indische Partij), oleh ISDP, oleh PKI, oleh Sarekat
    Rakyat, oleh PPPK, oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain-maka
    rakyat lndonesia tetap mencintai Merah-Putih sebagai warna
    benderanya. Dan tatkala kita pada tanggal 17 Agustus 1945
    memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan resmi kita menyatakan Sang
    Merah Putih adalah bendera kemerdekaan kIta.

    Itu semua jika dikatakan sementara, ya sementara! Sebab Konstituante
    belum bersidang. Konstituante mau merubah warna ini??? Lho, kalau
    menurut haknya, boleh saja. Sebab Konstituante itu adalah kekuasaan
    kita yang tertinggi. Penyusun, pembentuk Konstitusi. Jadi kalau
    Konstituante, misalnya, hendak menentukan wama bendera negara
    Republik lndonesia bukan Merah-Putih, ya mau dikatakan apa? Tetapi
    Bapak berkata, Bapak memohon kepadaAllah s. w. t. agar supaya warna
    merah-putih tetap menjadi wama bendera Negara Republik lndonesia.

    Kembali kepada Pancasila. Jika dikatakan sementara, ya
    semen­tara! Lagi-lagi Bapak ini berkata: Allah S.w.t. Dan Bapak
    pun bersyu­kur ke hadirat Allah s.w.t., bahwa cita-cita Bapak
    yang sudah bertahun-­tahun untuk naik Haji dikabulkan olehAllah
    s. w.t. Lagi-Iagi Allah s.w. t

    Saudara-saudara, jikalau aku meninggal dunia nanti -- ini hanya
    Tuhan yang mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang --
    jikalau ditanya oleh Malaikat: "Hai, Sukamo, tatkala engkau hidup di
    dunia, engkau telah mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan apa
    yang paling engkau cintai? Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi?
    Pekerjaan apa yang engkau paling ucapkan syukur kepada Allah s. w.
    t.?"

    Moga-moga, Saudara-saudara, aku bisa menjawabnya bisa menjawab
    demikian atau tidaknya itupun tergantung dari pada Allah s. w.
    t.: "Tatkala aku hidup di dunia ini, aku telah ikut membentuk Negara
    Republik lndonesia. Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi
    masyarakat lndonesia".

    Sebagai sering kukatakan, Saudara-saudara, negara adalah wadah.

    Jikalau diberi karunia oleh Allah s. w. t. mengerjakan pekerjaan
    satu ini saja --Allahu'akbar! --aku akan berterima kasih setinggi
    langit. Yaitu untuk pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah.
    Wadahnya -- ­wadahnya saja -- yang bemama Negara ini. Di dalam
    wadah ini adalah masyarakat. Wadah yang dinamakan negara ini adalah
    wadah untuk masyarakat.

    Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk masyarakat.
    Membentuk wadah adalah bisa dijalankan di dalam satu hari sebenamya -
    - wadah yang bernama Negara itu.

    Tidakkah Saudara-saudara dari sejarah dunia kadang-kadang mendengar,
    bahwa oleh suatu konferensi kecil sekonyong-konyong diputuskan
    dibentuk negara ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahu­lu
    sesudah peperangan dunia yang pertama, tidakkah negara
    Ceko­slovakia sekadar dengan coretan pena dari suatu konferensi
    kecil. Membentuk negara, gampang! Dulu di sini juga pernah dibentuk
    Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, hanya dengan dekrit Van
    Mook, Saudara-saudara! Tetapi coba membentuk masyarakat, susah!

    Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan malam, bertahun-
    tahun, berpuluh-puluh tahun, kadang-kadang berwindu-windu, berabad-
    abad. Masyarakat apa pun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta
    pekerjaan kita terus-menerus. Baik masyarakat Islam, maupun
    masyarakat Kristen, maupun masyarakat sosialis. Bukan bisa dibentuk
    dengan satu dekrit, Saudara-saudara, dengan satu tulisan, dengan
    satu unjal napas manusia. Membentuk masyarakat makan waktu! Ya, aku
    bermohon kepada Tuhan, dibolehkanlah hendaknya ikut membentuk
    masyarakat pula.

    Masyarakat di dalam wadah itu. Tetapi aku telah bersyukur seribu
    syukur kepada Tuhan, jikalau aku nanti bisa menjawab kepada Malaikat
    itu, bahwa hidupku di dunia ini ialah antara lain-lain telah ikut
    membentuk wadah ini saja. Membentuk wadah yang bernama negara dan
    wadah ini buat satu masyarakat yang besar. Walaupun rapat ini lebih
    dari satu juta manusia, Saudara-saudara, wadah itu bukan kok cuma
    buat satu juta manusia ini saja. Tidak! Wadah yang bernama negara,
    negara yang bernama Republik Indonesia itu adalah wadah untuk
    masyarakat Indonesia yang 80 juta, dari Sabang sampai ke Merauke!
    Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka agama, beraneka adat-
    istiadat, beraneka suku. Bertahun--tahun aku ikut memikirkan ini.
    Nanti jikalau Allah s.w.t. memberikan kemerdekaan kepada kita --
    dulu Bapak berpikiran yang demikian-lah -- jikalau Nega­ra
    Republik Indonesia telah bisa berdiri, negara ini agar supaya
    selamat, agar bisa menjadi wadah bagi segenap rakyat Indonesia yang
    80 juta,
    Negara harus didasarkan apa?

    Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah memikirkan hal ini.
    Tatkala aku aktif di dalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi
    memi­kirkan hal ini. Tatkala di dalam zaman Jepang, tetapi oleh
    karena tekad kita sendiri, usaha kita sendiri, pembantingan tulang
    sendiri, korbanan kita sendiri -- tatkala fajar telah menyingsing --
    lebih-lebih lagi kupikirkan hal ini. Wadah ini hendaknya jangan
    retak. Wadah ini hendaknya utuh sekuat-kuatnya. Wadah untuk segenap
    rakyat lndo­nesia, dari Sabang sampai ke Merauke yang beraneka
    agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.

    Sekarang aku menjadi Presiden Republik lndonesia adalah karunia
    Tuhan. Aku tidak menyesal, bahwa aku dulu bertahun-tahun memikirkan
    hal ini. Dan aku tidak menyesal. bahwa aku telah mem­formulir
    Pancasila. Apa sebab? Barangkali lebih dari siapa pun di lndonesia
    ini, aku mengetahui akan keanekaan bangsa lndonesia ini. Sebagai
    Presiden Republik lndonesia aku berkesempatan sering-sering untuk
    melawat ke daerah-daerah.

    Sering-sering aku naik kapal udara. Malahan jikalau di dalam kapal
    udara aku sering-sering --katakanlah -- main gila dengan pilot.
    Pilot terbang tinggi, aku tanya kepadanya: Saudara pilot, berapa
    tinggi? "12.000 kaki, Paduka Yang Mulia." - Kurang tinggi, naikkan

    lagi!

    "13.000 kaki." - Hahaa, kurang tinggi, Bung! "14.000 kaki." - Kurang
    tinggi!

    "15.000 kaki." - Kurang tinggi!

    "16.000 kaki." - Kurang tinggi!

    "17.000 kaki. " - Kurang tinggi!

    "Sudah tidak bisa lagi, Paduka Yang Mulia. Kapal udara kita sudah
    mencapai plafon".

    Plafon itu ialah tempat yang setinggi-tingginya bagi kapal udara
    itu. Aku terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat. Dari
    utara ke selatan, dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita.
    Allahuakbar, cantiknya bukan main! Dan bukan saja cantik, sehingga
    benarlah apa yang diucapkan oleh Multatuli di dalam kitab Max
    Havelaar, bahwa lndonesia ini adalah demikian cantiknya, sehingga ia
    sebutkan, "Insulinde de zich daar slingert om den evenaar als een
    gordel van smaragd -- Indonesia yang laksana ikat pinggang terbuat
    daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa!" lndahnya
    demikian.

    Ya memang, Saudara-saudara, jikalau engkau terbang 17.000 kaki di
    angkasa dan melihat ke bawah. kelihatan betul-betul lndonesia ini
    adalah sebagai ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit
    mengelilingi khatulistiwa. Berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu--
    ribu pulau Saudara lihat. Dan tiap-tiap pulau itu berwarna-warna.
    Ada yang hijau kehijauan, ada yang kuning kekuningan. Indah permai
    tanah air kita ini, Saudara-saudara. Lebih dari 3000 pulau. Bahkan
    kalau dihitung dengan yang kecil-kecil, 10.000 pulau-pulau.

    Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh. Rakyat Aceh
    menyambut kedatangan Presiden -- rakyat beragama Islam. Terbang lagi
    kapal udaraku, turun di Siborong-borong, daerah Batak. Rakyat Batak
    menyambut dengan gegap-gempita kedatangan Presiden Republik
    Indonesia -- agamanya Kristen.

    Terbang lagi, Saudara-saudara, ke dekat Sibolga -- agama Kristen.

    Terbang lagi ke selatan, ke Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan --
    ­agama Islam. Demikianlah pula di Jawa. Kebanyakan ber-agama
    Islam, di sana Kristen, sini Kristen. Terbang lagi kapal udaraku ke
    Banjarmasin -- kebanyakan Islam. Tetapi di Banjar-masin itu aku
    berjumpa utusan-utusan dari suku Dayak, Saudara-saudara. Malahan di
    Samarinda aku berjumpa dengan utusan--utusan, bahkan rakyat

    Dayak yang 9 hari 9 malam turun dari gunung-gunung untuk
    menjum­pai Presiden Republik Indonesia. Mereka tidak beragama
    Islam, tetapi beragama agamanya sendiri.

    Aku ber-ibu orang Bali. Ida Ayu Nyoman Rai nama Ibuku. Malahan aku
    jikalau beristirahat di Tampaksiring, desa kecil di Bali, rakyat
    Bali menyebutkan aku -- kecuali Bung Karno, Pak Karno -- menyebutkan
    Ida Bagus Made Karno. Aku melihat masyarakat Bali yang dua juta
    manusia itu beragama Hindu-Bali. Di Singaraja ada masyarakat Islam
    sedikit. Di Denpasar ada masyarakat Islam sedikit. Terbang lagi
    kapal udaraku ke Sumbawa -- Islam. Terbang kapal udaraku ke Sumbawa -
    - Kristen Protestan. Terbang kapal udaraku ke Flores, pulau di mana
    aku dulu diinternir -- rakyat Flores kenal akan Bung Karno, Bung
    Karno kenal akan rakyat Flores -- sebagian besar rakyat Flores itu
    beragama Rooms Katholik (Kristen). Terbang lagi kapal udaraku ke
    Timor -- sebagian besar rakyatnya Protestan Kristen. Terbang lagi
    kapal udaraku ke Ambon -- Kristen. Sekitar Ambon itu adalah
    masyarakat Kristen. Terbang lagi ke utara, ke Ternate -- Islam di
    Ternate. Dari Ternate terbang ke Manado, Minahasa sekeliling-nya --
    Kristen.
    Ke selatan, Makasar -- Islam. Di tengah Sulawesi, Toraja --
    sebagian besar Kristen, sebagian belum ber-agama. (BERSAMBUNG)

    (Arsip - K.Prawira: BUNG KARNO "APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA
    BERDASARKAN PANCASILA?", PANCASILA BUNG KARNO, Paksi Bineka Tunggal
    Ika, 2005, hal.47-57)

    mahardhika, indonesia.....