Jakarta, Kompas - Bank Dunia menyebutkan lebih dari 110 juta jiwapenduduk Indonesia tergolong miskin karena masih hidup denganpenghasilan di bawah 2 dollar AS atau Rp 18.310 per hari. Jumlahpenduduk miskin itu setara dengan gabungan dari jumlah penduduk Malaysia, Vietnam, dan Kamboja sehingga sebagian besar penduduk miskindi Asia Tenggara berada di Indonesia.Ekonom senior Bank Dunia, Jehan Arulpragasam, mengungkapkan haltersebut pada pertemuan ke-14 antara Pemerintah Indonesia dengannegara-negara dan lembaga keuangan multilateral anggota ConsultativeGroup on Indonesia (CGI) di Jakarta, Kamis (20/1).Arulpragasam mengatakan, keputusan Pemerintah Indonesia untuk memasukkan program pengentasan kemiskinan (Poverty Reduction Strategy/PRS) ke dalam rencana pembangunan jangka menengah merupakan langkahmaju dalam membawa masalah kemiskinan pada fokus pemerintah. Sekarangini, menurut dia, merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untukmengimplementasikan seluruh program tersebut."Langkah-langkah itu harus dimulai dengan mengintegrasikan target danprogram ke dalam rencana kerja tahunan pemerintah, rencana kerja paramenteri, dan rencana anggaran," ujar Arulpragasam.Menurut dia, penciptaan pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada orangmiskin harus menjadi pilar utama dalam upaya mengentaskan kemiskinandi Indonesia. Prioritas yang harus menjadi sasaran adalah kawasanpedesaan."Pengentasan kemiskinan di pedesaan itu harus diisi dengan programberskala besar pada investasi jalan di pedesaan, karena itu merupakancara paling efektif dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.Sekitar lima persen penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadapjalan-jalan yang layak. Pembangunan jalan di pedesaan itu dapatdidanai dari dana alokasi khusus," ujarnya.Arulpragasam menegaskan, pemerintah juga perlu mempercepat sertifikasilahan di pedesaan karena pemilik lahan di pedesaan yang telah memilikisertifikat kurang dari 25 persen. Pengamanan terhadap kepemilikanlahan itu sangat penting untuk mendorong produktivitas investasi tanahdan pertanian. "Selain itu, akses terhadap sertifikasi lahan akandapat membantu orang miskin dalam mengakses sumber-sumber kredit,"kata Arulpragasam.Menurut Arulpragasam, sekitar 50 persen rumah tangga di Indonesiamemiliki kelemahan dalam mengakses kredit mikro. Meskipun demikian,solusi terbaik untuk itu adalah bukan dengan menyiapkan subsidikredit, namun pemerintah dapat menciptakan jalur langsung yangmenghubungkan antara sektor perbankan formal dan lembaga-lembagapenyedia jasa keuangan berskala mikro."Setelah itu, perlu disiapkan kerangka hukum yang akan mengizinkanlembaga penyedia jasa keuangan berskala mikro itu memberikan kreditkepada masyarakat miskin," kata Arulpragasam.Sementara itu, Penasihat Senior Bank Dunia Joel Hellman mengatakan,sebagian besar anak-anak yang berasal dari keluarga miskin tidakmenyelesaikan pendidikan dasar mereka, bahkan keluar sebelum kelasdua. Pemerintah dapat mencegah masalah itu dengan mendirikan sekolahuntuk masyarakat miskin dengan dana alokasi khusus."Indonesia telah membelanjakan Rp 74 triliun untuk perlindungan sosialpada tahun 2004, lebih dari anggaran pemerintah untuk kesehatan danpendidikan. Hanya sepuluh persen saja yang benar-benar dialokasikanuntuk mengentaskan orang miskin. Beri lebih banyak lagi uang untukkawasan-kawasan berpenduduk miskin," papar Hellman.Risiko makroekonomiSementara itu, pada bagian lain pertemuan CGI, Direktur Bank Duniauntuk Indonesia Andrew Steer mengatakan, Indonesia masih akanmenghadapi risiko makroekonomi yang terjadi pada tahun 2005. Risikotersebut adalah masalah profil pembayaran utang luar negeri pemerintahyang masih menjadi beban berat bagi keuangan negara, meskipun stokutang dilaporkan terus menurun."Pemerintah masih membutuhkan pinjaman sekitar 10 miliar dollar AShingga 11 miliar dollar AS per tahun selama empat hingga lima tahunmendatang. Tujuh hingga delapan miliar dollar AS di antaranyamerupakan pembayaran kembali utang-utang yang sudah ada. Ini dapatdikelola dengan baik jika makroekonomi Indonesia kuat. Berbagaiketidakstabilan akan membuat utang-utang itu semakin mahal," kataSteer lebih lanjut.Menurut Steer, untuk menghadapi risiko tersebut, Indonesia diharapkansegera merealisasikan tender atas 91 proyek yang ditawarkan dalamPertemuan Puncak Infrastruktur Indonesia paling lambat pada 1 Maret2005. Hal itu perlu dilakukan karena pemegang modal akan terusmengawasi berbagai janji pemerintah yang terkait dengan investasi,mulai dari prosedur bea cukai hingga kemudahan di perizinan."Sebuah langkah cepat memang sangat diperlukan, namun harus diikutidengan proses yang profesional dan transparan," kata Steer.Menurut Steer, transparansi merupakan masalah utama karena niat baikyang telah disampaikan pemerintah pada tataran birokrasi eselon satubelum diserap oleh birokrat pada eselon dua dan tiga di semuadepartemen. Dunia usaha belum melihat adanya sikap yang sama baiknyapada pejabat-pejabat di eselon dua dan tiga yang justru bertemu denganpara pengusaha setiap hari."Reformasi pelayanan publik, termasuk kemurnian padapertanggungjawaban birokrat, merupakan keputusan yang harus segeradilakukan oleh pemerintah," ujarnya. (oin)
Bantu Aceh! Klik:http://www.pusatkrisisaceh.or.id
No comments:
Post a Comment